JaringanMedia.co.id, JAKARTA – Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) merupakan warisan Kolonial Belanda. Produk hukum tersebut dianggap menyimpang dari asas hukum pidana umum.
“KUHP itu berkembang secara masif. Namun, banyak menyimpang dari asas-asas hukum pidana umum,” ujar Menkumham Yasonna Laoly di Jakarta, Senin (14/6).
Dia menyatakan ada tiga permasalahan utama dalam hukum pidana. Pertama, perumusan perbuatan yang dilarang, kedua perumusan pertanggungjawaban pidana, dan perumusan sanksi baik berupa pidana maupun tindakan.
Baca Juga: Kim Jong Un: K-Pop ‘Kanker Ganas’ yang Merusak Generasi Muda
Baca Juga: RKUHP Juga Atur Penyerangan Harkat dan Martabat Kepala Negara Sahabat
Skema pemidanaan konvensional selalu berfokus pada ketiga permasalahan tersebut tanpa mempertimbangkan tujuan dari pemidanaan. Sehingga pidana seolah-olah dipandang sebagai konsekuensi absolut sebagai cerminan dari asas “in cauda venemun”.
Padahal, lanjutnya, sistem pemidanaan modern seharusnya selalu mempertimbangkan nilai kemanusiaan yang berkaitan dengan pelaku atau korban.
Dikatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP merupakan salah satu upaya menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan menggantikan KUHP lama.
“Upaya rekodifikasi ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul karena ketidakjelasan pemberlakuan KUHP lama,” tukas Yasonna. (fin/jm)